Jualan Roti Bakar Dengan Omzet 100 Juta


Jiwa entrepreneur dalam diri Bima Harya Mahendra tergugah setelah melakukan survey langsung di beberapa kedai roti bakar yang tersebar di kota-kota besar .

Menjadi seorang pengusaha, apalagi di usia yang masih cukup muda jelas butuh kerja ekstra keras dan semangat pantang menyerah. Bahkan, sebagian besar rela mengorbankan euforia masa mudanya demi mewujudkan mimpinya menjadi entrepreneur sukses. Hal demikian disadari betul oleh seorang Bima Harya Mahendra yang kini dikenal sukses mengembangkan Roti Van Java Yogyakarta. Pemuda dua puluh lima tahun tersebut merintis Roti Van Java dengan terlebih dahulu melakukan survey yang ‘tidak biasa’ di kota-kota besar seperti Jakarta dan Bandung.

Tidak biasa” karena dalam setiap survey ke kota-kota tersebut Bima melakukannya sembari mengamen. “Saya memang orangnya suka travelling dengan backpackeran, ketika di Bandung sambil ngamen saya melihat ada sebuah kedai roti bakar yang sangat ramai, dari situ saya berfikir dan mengamati apa yang membuat kedai tersebut bisa penuh dengan pengunjung,” terang Bima kepada tim liputan bisnisUKM. Jiwa entrepreneur dalam diri Bima rupanya tergugah setelah melihat dan merasakan sendiri semua isi dari kedai tersebut, termasuk ketika bisa sharing dengan si pemilik kedainya. 

Berbisnis Roti Bakar Sepulang Dari Backpackeran 

Sekembalinya ke Jogja, Bima berfikiran untuk mengaplikasikan konsep kedai roti bakar Bandung tersebut di rumahnya yang terletak di selatan Pojok Beteng Wetan. Namun karena terkendala dalam hal permodalan, Bima masih menyimpan mimpi besarnya tersebut sampai dia bertemu dengan teman-teman kuliahnya yang memiliki pemikiran sejalan. “Waktu itu kami berlima, saya menyampaikan konsep terkait kedai roti bakar kepada mereka, dan ternyata respon dari mereka positif untuk bareng-bareng mengembangkan usaha itu,” imbuhnya. Kendala permodalan yang awalnya Bima rasakan sepakat untuk ditanggung bersama dengan cara melakukan patungan sesuai dengan kemampuan mereka masing-masing.

Perlahan tapi pasti, Bima dan teman-temannya langsung bergerak dengan mengumpulkan referensi sebanyak-banyaknya tentang ilmu bisnis (marketing), bahan baku produksi, resep masakan, pengelolaan SDM, dll. “Kami belajar proses memasak dari orang tua serta dari seorang teman yang kebetulan memang berjualan roti bakar (dengan gerobak di pinggir jalan), selain itu juga referensi dari internet, artikel-artikel bisnis, video youtube, bahkan tak jarang kami sering mendatangi suatu tempat makan sambil “mencuri-curi” ide di sana, namun semuanya hanya sebatas bahan referensi dan sumber inspirasi, tidak untuk ditiru mentah-mentah,” jelas mahasiswa jurusan ilmu komputer tersebut.


Setelah merasa cukup terkait ilmu yang dibutuhkan, Bima dan teman-temannya lantas memulai mendirikan kedai mereka dengan perlengkapan seadanya. “Tenda dibuat dengan rangka bambu demi menghemat biaya, tikar untuk pengunjung menggunakan tikar milik pribadi, demikian juga meja-meja dan peralatan untuk memasak pun memanfaatkan apa yang sudah ada, promosi dilakukan dengan membagi-bagi brosur foto kopian sederhana,” kenang Bima. Roti Van Java sepakat dipilih sebagai brand usaha karena mereka ingin mengangkat budaya lokal (dalam hal ini Jawa) sebagai karakter serta identitas kedainya. 

Roti Bakar Van Java

“Kalau ditanya apa itu Roti Van Java artinya roti yg dibuat oleh orang Jawa, dengan gaya Jawa, serta penyajian ala Jawa juga, selain itu kami juga terilhami dari sebuah acara komedi populer di sebuah staisun televisi,” lanjut Bima dengan tersenyum. Pada tahapan awal, berbekal fasilitas seadanya Bima dan kawan-kawan menghasilkan penjualan yang hanya cukup menutup biaya operasional saja. Ditambah lagi, karena belum sepenuhnya tertutup atap, seringkali pengunjung ‘dipaksa’ bubar ketika hujan tiba, atau dalam istilah Jawanya warung misbar (gerimis bubar).

Kondisi demikian tidak menyurutkan semangat Bima dan kawan-kawannya untuk terus berbenah. Inovasi makanan yang terus menerus dilakukan serta perbaikan fasilitas yang mereka miliki lambat laun mulai mendapat apresiasi dari berbagai pihak. “Setiap harinya kami menyisihkan sebagian pemasukan untuk ditabung, sehingga setiap bulan sedikit demi sedikit dapat membeli beberapa peralatan baru/ tambahan dekorasi untuk menunjang kemudahan proses memasak, kecepatan pelayanan dan kenyamanan pelanggan,” terang Bima.


Setelah berjalan 6 bulan, Bima dan kawan-kawannya baru mulai merasakan hasil penjualan yang cukup signifikan dari kedai roti bakar mereka. Menu-menu seperti roti bakar sule (susu sele), pisang bakar aziz, susu nunung, teh poci parto (panase roto) bahkan mulai menjadi bahan perbincangan di kalangan anak muda Jogja. Ditambah lagi, konsep tempat yang semakin nyaman dengan interior serba Jawa menjadikan kedai Roti Van Java semakin dikenal sebagai tempat nongkrong yang asyik. 

Meraih Sukses Dengan Fokus di Bisnis Roti Bakar

Buah kerja keras serta didukung tim yang solid menjadikan kedai Roti Van Java perlahan tapi pasti tumbuh menjadi sebuah usaha yang terbilang sukses. “Saat ini setelah berjalan kurang lebih 1,5 tahun, Roti Van Java didukung oleh 5 orang tim di manajemen, serta 15 orang karyawan,” jelas Bima. Dalam sebulan, Bima mengaku Roti Van Java bisa memperoleh omzet rata-rata 70 s.d. 100 juta Rupiah. Sebuah nilai yang diakui Bima diluar perkiraannya sebelumnya.

Baginya apa yang didapatkannya saat ini merupakan anugerah yang tidak ternilai harganya. Ditambah lagi, masing-masing dari tim leader Roti Van Java (5 orang) saat ini masih disibukkan dengan aktivitas perkuliahan yang membutuhkan perhatian khusus. “Bagi kami yang terpenting saat ini adalah bisa segera lulus kuliah, agar kami bisa sepenuhnya fokus dalam bisnis ini, tanpa fokus maka mustahil usaha ini bisa bertahan dan berkembang,” jelas Bima mantap.

Dari segi progress usaha, Bima mengaku saat ini baru mencapai 20% dari apa yang menjadi mimpi jangka panjang mereka. Ke depannya dia berharap roti bakar bisa lebih memasyarakat dan dikenal luas sebagai kuliner tradisional yang khas, baik di tingkat nasional maupun internasional. “Yang pasti kami berkembang di sini intinya ingin menjadi bagian dari masyarakat, yakni bisa menyediakan lapangan pekerjaan, serta menyuguhkan sajian makanan dan minuman yang enak dan familiar di masyarakat,” imbuh Bima.

Ketika ditanya apa sesungguhnya yang menjadi kunci sukses dirinya mengembangkan Roti Van Java, tanpa ragu Bima membagikan ilmu yang dimilikinya. “Kalau dalam filosofi Jawa itu ada ilmu titen, yakni 4N, Nemu, Niteni, Niru, dan Nambahi; prinsip tersebut yang selalu menjadi pegangan kami dan tim agar senantiasa berkembang, selain itu kami juga menjalin silaturahmi justru dengan para kompetitor kami, karena bagi kami adanya kompetitor justru bisa mengasah inovasi pengembangan usaha kami,” lanjutnya.

~ Sumber : Tim liputan bisnisUKM ~
Share on Google Plus

About Unknown

0 komentar:

Posting Komentar