Pada usia tergolong sangat muda, kelahiran 1991, gadis ini tidak canggung malayani konsumennya. Dengan ketrampilan yang diraihnya dari Universitas Indonesia untuk program D3 Pariwisata Perhotelan, dia memang sangat cekatan bekerja.
Itulah sekilas penampilan yang terekam dari Maartika Putri Ramadina, gadis kelahiran Jakarta keturunan Sunda dan Palembang, saat melayani konsumen pada salah satu pameran di Gedung SME Tower, Jakarta Selatan, pekan lalu.
Adapun usaha yang ditekuninya sangat jarang dilakukan seorang wanita seusianya, karena harus berurusan dengan bumbu dan panasnya tungku perapian. Tepatnya adalah pepes tulang lunak atau disingkat PeTuLu.
Saya sebenarnya baru lulus beberapa bulan lalu. Meski sejak awal berkeinginan menjadi chef di restoran, namun saya harus membatalkan keinginan itu. Saya lebih cenderung ke usaha yang masih terkait demean pariwisata dan perhotelan, meski di bidang kuliner, kata Maartika Putri Ramadina.
Uti, panggilannya, memilih terjun ke kuliner, karena dewasa ini tengah tren. Namun sajian yang ditawarkannya menjauhi kesan makanan asing, dan menawarkan ikan pepes tulang lunak. Tepatnya masakan pepes tradisional Jawa Barat sebagai warisan budaya Indonesia.
Sajian yang ditawarkan menyasar anak-anak muda seusianya. Apalagi ikan pepes menurut penilaian masyarakat luas identik dengan konsumsi orang tua. Karena itu sajiannya lebih mengarah pada generasi muda.
Kami menerapkan prinsip ramah lingkungan atau eco green saat memproses ikan dari awal sampai pada kemasannya. Jika penasaran, siapa saja bisa melakukan order untuk membedakannya dengan ikan pepes tradisional, dan rasanya bahkan lebih nikmat dengan kuliner sejenis, tutur Uti.
Untuk servis kepada kosumen, Uti mengadopsi dasar-dasar marketing modern, yakni bisa dibawa pulang atau take away maupun dengan layanan delivery. Dan yang mengejutkan dari pola marketing wirausahan muda ini, dia hanya mengandalkan kios di beberapa lokasi Jakarta.
Dua kios pendukung pemasaran PeTuLu , masing-masing di kawasan Bintaro Jaya, Tangerang Selatan dan di Mayestik, Jakarta Selatan. Sedangkan dapur dan Delivery Center terletak Rempoa, Ciputat Timur, Tangerang Selatan.
Ikan pepes PeTeLu tetap menggunakan ikan emas sebagai bahan dasarnya, dan mudah dikonsumsi jika konsumen ingin memakannya. Poduknya berbentuk makanan beku (frozen product), namun PeTuLu mudah disajikan setelah dikukus atau dihangatkan kembali.
Jika Anda ingin mencicipi ikan pepes tulang lunak, Uti menjual dengan harga Rp40.000 untuk kapasitas 300 gram serta sebesar Rp60.000 untuk seberat 500 gram. Yang pasti, katanya, ikan pepes produk PeTeLu bukan presto.
PeTuLu memang diolah berbeda dengan ikan pepes lainnya. Ada teknis khusus yang dipakai sejak awal proses. Ikan yang dijadikan benar-benar masih hidup atau segar. Setelah itu dilengkapi bumbu dan dimasak.
Proses pematangan menghabiskan waktu sekitar 8 jam, serta menghasilkan cita rasa berbeda karena kelembutan akan merata ketika mengkonsumsi tulang maupun dagingnya. Diakui, harga pemasaran memangkerap disebut terlalu mahal.
Akan tetapi, kata Uti yang juga aktif di bidang pembuatan film layar lebar, konsumen bisa memahami, karena prosesnya benara-benar dilakukan secara higienis. Saya kita harganya cukup murah apabila prosesnya diungkapkan kepada konsumen.
Pemilihan ikan juga menjadi faktor penunjang kenikmatan pepes Uti yang merupakan keahlian keluarganya secara turun temurun. Bagi ahli kuliner, bisa membedakan hasil produk PeTeLu dengan produk ikan sejenis.
Sebab, ikan pepes yang ditawarkan pada rumah makan tertentu dikategorikan sebagai ikan pepes kering. Sebaliknya ikan pepes olahan Uti digolongkan pepes basah disebabkan menggunakan rempah lebih banyak serta dedaunan.
Bagi konsumen yang membeli dengan pola delivery, dikenakan biaya tambahan sesuai jarak jauh dan dekat dari wilayah atau kios PeTuLu beroperasi. Minimal charge adalah Rp5.000 dan maksimalnya mencapai Rp20.000. Meski demikian, wilayah yang bisa dilayani delivery masih terbatas.
Meski demikian, pada momen tertentu PeTuLu akan panen pendapatan, karena kerap mendapat order mencapai ratusan ekor ikan pepes. Namun, andalan kami saat ini masih pada kios dan delivery untuk Jakarta Selatan, Depok, dan Tangerang.
Menurut gadis kreatif dan inovatif ini, servis pemasaran yang dilakukannya di bawah bendera PeTuLu, skala usaha kecil menengah (UKM), sebenarnya tidak berbeda dengan pola pemasaran lainnya pada jenis usaha yang sama, ikan pepes.
Perbedaan yang paling menonjol, karena penjualan dengan memanfaatkan kios sederhana, namun bisa melayani delivery, yang merupakan pola baru sehingga memberi kesan lain daripada yang lain, ujar Maartika Putri.
Apakah Uti akan tetap eksis pada jalur usaha kulinernya, karena mempunyai pasar potensial untuk dikembangkan? Sementara ini saya akan bertahan. Sebenarnya ingin mengembangkan usaha ini dengan membuka reseller di beberapa kota.
Dia optimistis bisa berhasil, karena bumbu atau resep yang digunakan masih asli resep keturunan keluarga, sehingga tidak bisa disamai kompetitor. Sembari mempertahankan resep tersebut, Uti menjalankan usaha yang sangat produktif menghasilkan pendapatan.
Walau kesibukannya cukup tinggi, namun Uti masih meneruskan aktivitas lainnya sebagai asisten produksi pada satu perusahaan film fiksi, aksi, dan drama. Sebulan terakhir, katanya, dia bahkan berada di Batam untuk menyelesaikan mini seri Serangon Road.
Mini seri yang mengisahkan drama Singapura tersebut, menggunakan fasilitas studi di Batam yang dilengkapi dengan perangkat terbaik saat ini. Selain menjadi asisten produksi, kerap juga beralih fungsi menjadi sekretaris produksi.
Gadis yang menggandrungi musik dan film ini menuturkan, awal terjun ke industri film hanya dengan kapasitas magang. Karena sudah menyukai dunia film, maka ketika tidak mendapat bayaran dari tugas-tugasnya, dia pun tetap enjoy.
Sumber : BISINIS INDONESIA
Itulah sekilas penampilan yang terekam dari Maartika Putri Ramadina, gadis kelahiran Jakarta keturunan Sunda dan Palembang, saat melayani konsumen pada salah satu pameran di Gedung SME Tower, Jakarta Selatan, pekan lalu.
Adapun usaha yang ditekuninya sangat jarang dilakukan seorang wanita seusianya, karena harus berurusan dengan bumbu dan panasnya tungku perapian. Tepatnya adalah pepes tulang lunak atau disingkat PeTuLu.
Saya sebenarnya baru lulus beberapa bulan lalu. Meski sejak awal berkeinginan menjadi chef di restoran, namun saya harus membatalkan keinginan itu. Saya lebih cenderung ke usaha yang masih terkait demean pariwisata dan perhotelan, meski di bidang kuliner, kata Maartika Putri Ramadina.
Uti, panggilannya, memilih terjun ke kuliner, karena dewasa ini tengah tren. Namun sajian yang ditawarkannya menjauhi kesan makanan asing, dan menawarkan ikan pepes tulang lunak. Tepatnya masakan pepes tradisional Jawa Barat sebagai warisan budaya Indonesia.
Sajian yang ditawarkan menyasar anak-anak muda seusianya. Apalagi ikan pepes menurut penilaian masyarakat luas identik dengan konsumsi orang tua. Karena itu sajiannya lebih mengarah pada generasi muda.
Kami menerapkan prinsip ramah lingkungan atau eco green saat memproses ikan dari awal sampai pada kemasannya. Jika penasaran, siapa saja bisa melakukan order untuk membedakannya dengan ikan pepes tradisional, dan rasanya bahkan lebih nikmat dengan kuliner sejenis, tutur Uti.
Untuk servis kepada kosumen, Uti mengadopsi dasar-dasar marketing modern, yakni bisa dibawa pulang atau take away maupun dengan layanan delivery. Dan yang mengejutkan dari pola marketing wirausahan muda ini, dia hanya mengandalkan kios di beberapa lokasi Jakarta.
Dua kios pendukung pemasaran PeTuLu , masing-masing di kawasan Bintaro Jaya, Tangerang Selatan dan di Mayestik, Jakarta Selatan. Sedangkan dapur dan Delivery Center terletak Rempoa, Ciputat Timur, Tangerang Selatan.
Ikan pepes PeTeLu tetap menggunakan ikan emas sebagai bahan dasarnya, dan mudah dikonsumsi jika konsumen ingin memakannya. Poduknya berbentuk makanan beku (frozen product), namun PeTuLu mudah disajikan setelah dikukus atau dihangatkan kembali.
Jika Anda ingin mencicipi ikan pepes tulang lunak, Uti menjual dengan harga Rp40.000 untuk kapasitas 300 gram serta sebesar Rp60.000 untuk seberat 500 gram. Yang pasti, katanya, ikan pepes produk PeTeLu bukan presto.
PeTuLu memang diolah berbeda dengan ikan pepes lainnya. Ada teknis khusus yang dipakai sejak awal proses. Ikan yang dijadikan benar-benar masih hidup atau segar. Setelah itu dilengkapi bumbu dan dimasak.
Proses pematangan menghabiskan waktu sekitar 8 jam, serta menghasilkan cita rasa berbeda karena kelembutan akan merata ketika mengkonsumsi tulang maupun dagingnya. Diakui, harga pemasaran memangkerap disebut terlalu mahal.
Akan tetapi, kata Uti yang juga aktif di bidang pembuatan film layar lebar, konsumen bisa memahami, karena prosesnya benara-benar dilakukan secara higienis. Saya kita harganya cukup murah apabila prosesnya diungkapkan kepada konsumen.
Pemilihan ikan juga menjadi faktor penunjang kenikmatan pepes Uti yang merupakan keahlian keluarganya secara turun temurun. Bagi ahli kuliner, bisa membedakan hasil produk PeTeLu dengan produk ikan sejenis.
Sebab, ikan pepes yang ditawarkan pada rumah makan tertentu dikategorikan sebagai ikan pepes kering. Sebaliknya ikan pepes olahan Uti digolongkan pepes basah disebabkan menggunakan rempah lebih banyak serta dedaunan.
Bagi konsumen yang membeli dengan pola delivery, dikenakan biaya tambahan sesuai jarak jauh dan dekat dari wilayah atau kios PeTuLu beroperasi. Minimal charge adalah Rp5.000 dan maksimalnya mencapai Rp20.000. Meski demikian, wilayah yang bisa dilayani delivery masih terbatas.
Meski demikian, pada momen tertentu PeTuLu akan panen pendapatan, karena kerap mendapat order mencapai ratusan ekor ikan pepes. Namun, andalan kami saat ini masih pada kios dan delivery untuk Jakarta Selatan, Depok, dan Tangerang.
Menurut gadis kreatif dan inovatif ini, servis pemasaran yang dilakukannya di bawah bendera PeTuLu, skala usaha kecil menengah (UKM), sebenarnya tidak berbeda dengan pola pemasaran lainnya pada jenis usaha yang sama, ikan pepes.
Perbedaan yang paling menonjol, karena penjualan dengan memanfaatkan kios sederhana, namun bisa melayani delivery, yang merupakan pola baru sehingga memberi kesan lain daripada yang lain, ujar Maartika Putri.
Apakah Uti akan tetap eksis pada jalur usaha kulinernya, karena mempunyai pasar potensial untuk dikembangkan? Sementara ini saya akan bertahan. Sebenarnya ingin mengembangkan usaha ini dengan membuka reseller di beberapa kota.
Dia optimistis bisa berhasil, karena bumbu atau resep yang digunakan masih asli resep keturunan keluarga, sehingga tidak bisa disamai kompetitor. Sembari mempertahankan resep tersebut, Uti menjalankan usaha yang sangat produktif menghasilkan pendapatan.
Walau kesibukannya cukup tinggi, namun Uti masih meneruskan aktivitas lainnya sebagai asisten produksi pada satu perusahaan film fiksi, aksi, dan drama. Sebulan terakhir, katanya, dia bahkan berada di Batam untuk menyelesaikan mini seri Serangon Road.
Mini seri yang mengisahkan drama Singapura tersebut, menggunakan fasilitas studi di Batam yang dilengkapi dengan perangkat terbaik saat ini. Selain menjadi asisten produksi, kerap juga beralih fungsi menjadi sekretaris produksi.
Gadis yang menggandrungi musik dan film ini menuturkan, awal terjun ke industri film hanya dengan kapasitas magang. Karena sudah menyukai dunia film, maka ketika tidak mendapat bayaran dari tugas-tugasnya, dia pun tetap enjoy.
Sumber : BISINIS INDONESIA
0 komentar:
Posting Komentar