Waktu saya kuliah, ada seorang teman yang begitu pandai serta mempunyai wawasan bisnis "lumayan". Ide-ide bisnis yang muncul dari pemikirannya sangat cermalang. Semua teman kuliah berdecak kagum dengan lontaran idenya.
Sayangnya, ide bisnis ini tinggal ide saja. Sampai hari ini belum ada satu pun bisnis yang pernah dijalani. Malahan, terakhir dia bekerja sebagai karyawan sebuah perusahaaan publik. Rupanya, dia hanya pandai merencanakan sebuah bisnis tetapi takut untuk memulainya.
Sementara itu, ada juga mahasiswa yang pernah berkonsultasi pada saya. Dia mengatakan ingin berwirausaha. Lantas mengaku dirinya belum punya modal dan tak begitu pandai di sekolah.
Saya katakan, "Jangan takut! Karena modal utama memulai bisnis adalah keberanian." Saya menambahkan, "Jika anda ingin berbisnis, yah harus punya keberanian, optimis. Dan, kalau kesulitan modal, bisa pakai duit orang lain."
Tetapi, saya melihat, sesungguhnya banyak orang yang sukses sebagai wirausahawan justru semangatnya dimulai dari kondisi sebaliknya. Kondisi yang memaksa dia harus 'bermimpi' tentang masa depannya. Kemudian tertantang untuk menggapai dan berusaha keras mewujudkan.
Kenapa begitu? Karena dalam menggeluti bisnis, selain harus punya keberanian, juga harus optimis dan yakin pada kemampuan diri. Dengan begitu, akan menghentikan alur pemikiran yang negatif. Apalagi, keberanian dalam menggeluti bisnis juga terletak pada OPTIMISME.
Saya yakin, dengan pemikiran yang optimis tersebut, kita akan bisa menggunakan imajinasi untuk meraih sukses. Optimisme itu merupakan cara terbaik untuk mempromosikan percaya diri dan menghimpun energi positif.
Lantas, bagaimana dengan soal duit? Jika tidak ada jalan lain, kita tidak usah ragu menggunakan duit orang lain. Misalnya, kita bisa pinjam di bank. Tidak usah malu. Kalau dapat pinjaman, itu berarti Anda termasuk orang masih bisa dipercaya. Credible.
Metabolisme Tubuh
Berbicara soal hutang atau 'duit orang lain' saya jadi teringat pada metabolisme tubuh. Nah, agar metabolisme tubuh berjalan dengan baik, tentu saja aliran darahnya harus baik dan stabil, sesuai kebutuhan organ-organ tubuh. Maka, jika tiba-tiba mengalami kurah darah, harus segera mengatasinya. Antara lain, dengan cara memberi tambahan darah baru. Maka, hutang itulah kita ibaratkan darahnya.
Saya mengakui, hutang atau pinjaman duit orang lain itu pasti ada resikonya. Tetapi anggaplah semua itu perjuangan. Sebab, berbisnis tanpa berani menghadapi risiko akan membuat bisnis kita "kerdil'.
Namun demikian, kita tentu harus bisa memperhitungkan setiap resiko bisnis yang ada, yang kadang sulit diperkirakan. Biasakanlah pikiran kita selalu positif dan selalu berpikir mampu meraih sukses. Sebab, yang namanya duit orang lain atau hutang atau tambahan modal usaha itu, jika betul-betul bisa menggunakannya untuk kepentingan pengembangan bisnis, saya rasa tidak ada salahnya.
Bisakah? Jika benar-benar ingin menekuni bisnis. Apalagi wirausahawan yang tekun dalam bekerja serta tidak mudah putus asa, berani bersaing, gerak langkahnya cenderung mengejar prestasi terbaik dan berani mengambil risiko maka tentu akan cerdik atau jeli menggunakan setiap kesempatan yang ada, termasuk 'duit orang lain'. Suatu waktu tentu dapat membayar hutang tersebut.
William E. Heinecke, seorang pakar entrepreneurship yang menulis buku "The Entrepreneur 21 Golden dan Rules for the Global Business Manager" pernah mengatakan, jika kita memang ingin jadi wirausahawan, maka sebaiknya tidak hanya memikirkan jalannya bisnis itu sendiri. Tetapi juga mampu memanfaatkan otak atau kepunyaan orang lain, termasuk mampu tidak memanfaatkan 'duit orang lain'.
Saya sendiri sependapat dengan apa yang diungkapkan Heinecke, wirausahawan terkemuka yang sukses mengembangkan bisnis Pizza Hut yang dimulai di Pattaya dan kini mencapai sukses di Beijing.
Bahkan menurut saya, jika kita punya kemampuan memanfaatkan otak atau kepunyaan orang lain, bukanlah merupakan kelemahan sebagai wirausahawan. Tetapi hal itu justru sebaliknya, yaitu menunjukkan bahwa kita benar-benar telah memiliki intelektualitas, kecerdasan emosional yang baik dan itu bisa menjadi pertanda kecintaan pada diri sendiri maupun perusahaan.
Karena itu, kenapa tidak segera menerapkan 'BODOL' saja.
Oleh : Purdi E. Chandra
Presiden Direktur Grup Primagama dan Pendiri Lembaga Pendidikan 'Entrepreneur University' Grup Primagama
Sayangnya, ide bisnis ini tinggal ide saja. Sampai hari ini belum ada satu pun bisnis yang pernah dijalani. Malahan, terakhir dia bekerja sebagai karyawan sebuah perusahaaan publik. Rupanya, dia hanya pandai merencanakan sebuah bisnis tetapi takut untuk memulainya.
Sementara itu, ada juga mahasiswa yang pernah berkonsultasi pada saya. Dia mengatakan ingin berwirausaha. Lantas mengaku dirinya belum punya modal dan tak begitu pandai di sekolah.
Saya katakan, "Jangan takut! Karena modal utama memulai bisnis adalah keberanian." Saya menambahkan, "Jika anda ingin berbisnis, yah harus punya keberanian, optimis. Dan, kalau kesulitan modal, bisa pakai duit orang lain."
Berani, Optimis, Duit Orang Lain, itu saya singkat BODOL. Artinya, untuk kita jadi wirausahawan, selain harus berani dan optimis juga siap menggunakan 'duit orang lain'. Maksud menggunakan 'duit orang lain' dalam pengertian positif. Duit itu tentu dipinjam, dan harus dikembalikan tepat waktunya. Dan, duit itu bukanlah untuk kepentingan konsumtif, tetapi bisnis.Barangkali pendapat saya ini agak berbeda dengan kebanyakan orang lain. Mereka menyarakan jika mau berbisnis sebaiknya modal dulu yang dikumpulkan. Lalu, cari lokasinya dan seterusnya. Kemudian jadi pengusaha.
Tetapi, saya melihat, sesungguhnya banyak orang yang sukses sebagai wirausahawan justru semangatnya dimulai dari kondisi sebaliknya. Kondisi yang memaksa dia harus 'bermimpi' tentang masa depannya. Kemudian tertantang untuk menggapai dan berusaha keras mewujudkan.
Kenapa begitu? Karena dalam menggeluti bisnis, selain harus punya keberanian, juga harus optimis dan yakin pada kemampuan diri. Dengan begitu, akan menghentikan alur pemikiran yang negatif. Apalagi, keberanian dalam menggeluti bisnis juga terletak pada OPTIMISME.
Saya yakin, dengan pemikiran yang optimis tersebut, kita akan bisa menggunakan imajinasi untuk meraih sukses. Optimisme itu merupakan cara terbaik untuk mempromosikan percaya diri dan menghimpun energi positif.
Lantas, bagaimana dengan soal duit? Jika tidak ada jalan lain, kita tidak usah ragu menggunakan duit orang lain. Misalnya, kita bisa pinjam di bank. Tidak usah malu. Kalau dapat pinjaman, itu berarti Anda termasuk orang masih bisa dipercaya. Credible.
Metabolisme Tubuh
Berbicara soal hutang atau 'duit orang lain' saya jadi teringat pada metabolisme tubuh. Nah, agar metabolisme tubuh berjalan dengan baik, tentu saja aliran darahnya harus baik dan stabil, sesuai kebutuhan organ-organ tubuh. Maka, jika tiba-tiba mengalami kurah darah, harus segera mengatasinya. Antara lain, dengan cara memberi tambahan darah baru. Maka, hutang itulah kita ibaratkan darahnya.
Saya mengakui, hutang atau pinjaman duit orang lain itu pasti ada resikonya. Tetapi anggaplah semua itu perjuangan. Sebab, berbisnis tanpa berani menghadapi risiko akan membuat bisnis kita "kerdil'.
Namun demikian, kita tentu harus bisa memperhitungkan setiap resiko bisnis yang ada, yang kadang sulit diperkirakan. Biasakanlah pikiran kita selalu positif dan selalu berpikir mampu meraih sukses. Sebab, yang namanya duit orang lain atau hutang atau tambahan modal usaha itu, jika betul-betul bisa menggunakannya untuk kepentingan pengembangan bisnis, saya rasa tidak ada salahnya.
Bisakah? Jika benar-benar ingin menekuni bisnis. Apalagi wirausahawan yang tekun dalam bekerja serta tidak mudah putus asa, berani bersaing, gerak langkahnya cenderung mengejar prestasi terbaik dan berani mengambil risiko maka tentu akan cerdik atau jeli menggunakan setiap kesempatan yang ada, termasuk 'duit orang lain'. Suatu waktu tentu dapat membayar hutang tersebut.
William E. Heinecke, seorang pakar entrepreneurship yang menulis buku "The Entrepreneur 21 Golden dan Rules for the Global Business Manager" pernah mengatakan, jika kita memang ingin jadi wirausahawan, maka sebaiknya tidak hanya memikirkan jalannya bisnis itu sendiri. Tetapi juga mampu memanfaatkan otak atau kepunyaan orang lain, termasuk mampu tidak memanfaatkan 'duit orang lain'.
Saya sendiri sependapat dengan apa yang diungkapkan Heinecke, wirausahawan terkemuka yang sukses mengembangkan bisnis Pizza Hut yang dimulai di Pattaya dan kini mencapai sukses di Beijing.
Bahkan menurut saya, jika kita punya kemampuan memanfaatkan otak atau kepunyaan orang lain, bukanlah merupakan kelemahan sebagai wirausahawan. Tetapi hal itu justru sebaliknya, yaitu menunjukkan bahwa kita benar-benar telah memiliki intelektualitas, kecerdasan emosional yang baik dan itu bisa menjadi pertanda kecintaan pada diri sendiri maupun perusahaan.
Karena itu, kenapa tidak segera menerapkan 'BODOL' saja.
Oleh : Purdi E. Chandra
Presiden Direktur Grup Primagama dan Pendiri Lembaga Pendidikan 'Entrepreneur University' Grup Primagama
0 komentar:
Posting Komentar